Selamat datang di kabupaten Sidoarjo, kota dengan sejuta pesona. Jika anda memilih Sidoarjo sebagai tempat berlibur, anda telah memilih tempat yang tepat.
Nama Sidoarjo memang sudah ada sejak tahun 1859, namun tidak semua orang mengenal tempat ini, apalagi mengunjunginya. Namun semua itu berubah semenjak tahun 2006, ketika sebuah kejadian luar biasa terjadi disini. Semburan lumpur panas akibat pengeboran minyak bumi di daerah Porong Sidoarjo telah mengundang banyak media massa untuk meliput.
Ketika baru terjadi, hampir setiap penayangan berita di setiap stasiun TV turut mempromosikan tentang kabupaten Sidoarjo. Hingga suatu ketika saya mengunjungi tempat terjadi semburan, saya mendapati banyak kendaraan-kendaraan termasuk Bus-bus kota yang mampir di sana. ketika saya ketahui, ternyata yang datang adalah dari berbagai daerah di JawaTimur, bahkan dari luarJawaTimur.
Saya sebagai masyarakat Sidoarjo merasa bangga, sekaligus merana melihat Sidoarjo yang sekarang begitu terkenalnya dengan suatu bencana yang hingga detik ini belum berhenti.
Menginjak tahun 2007, pemerintah semakin dibingungkan dengan adanya korban yang kehilangan tempat tinggalnya. Ketika luapan lumpur telah memasuki wilayah Tanggulangin dan merendam ratusan rumah penduduk. Pasar baru porong yang sedianya akan digunakan sebagai tempat perdagangan, terpaksa menjadi gudang pengungsian. Unjuk rasa terjadi dimana-mana. Para korban menuntut ganti rugi atas harta mereka yang telah hilang.
style="color: rgb(255, 204, 102);" class="fullpost">Akhirnya, Presiden RI turun tangan. Bapak Susilo Bambang Yudoyono mendorong agar pihak Lapindo segera mengganti kerugian warga. Ini merupakan suatu kebijakan yang sangat menggembirakan bagi korban lumpur. Sempat diolor-olor karena berbagai alasan, akhirnya ganti rugi itu terealisasi walaupun bertahap.
Desember 2008, pihak Lapindo menjanjikan ganti rugi sebesar Rp 15 Juta/keluarga/bulan.
Jika anda berada di daerah semburan lumpur Lapindo, cobalah untuk menuju arah barat laut. Dua kilometer dari tempat tersebut terdapat suatu peninggalan dari kerajaan terbesar di Asia Tenggara, Majapahit. Candi Pari adalah namanya. Salah satu cagar budaya yang dimiliki kabupaten Sidoarjo. Mungkin seringkali masyarakat hanya mengenal candi pari dari teks-teks pelajaran di bangku sekolah. Namun bagaimanakah ia berdiri kokoh...? Cobalah untuk mengunjungi Kabupaten Sidoarjo.
Menurut terjemahan laporan J. Knebel dalam “Repporten Van De Comissie In Nederlandsch Indie voor Oudheidkundig Onderzoek Op Java en Madoera” 1905-1906 yang dimuat dalam buku “Sedjarah Kabupaten Sidoardjo” yang disusun oleh Panitia Penggali Sejarah Kabupaten Sidoarjo, tahun 1969/1970, Candi Pari dan Candi Sumur dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang sahabat/adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal di keraton Majapahit di kala itu.
Lokasi Candi Sumur ini hanya berjarak +/- 100 meter dari Candi Pari. Berbeda dengan Candi Pari yang memiliki ukuran jauh lebih besar dan boleh dibilang berhasil direnovasi ulang, Candi Sumur tidaklah demikian. Ukuran Candi ini lebih kecil kira-kira hanya setengah dari Candi Pari dan hanya berhasil dipugar separuhnya saja. Tak heran ketika pertama kali melihat candi ini timbul tanda tanya akan bentuknya yang aneh tersebut. Sisi dinding yang tegak hanyalah sebagian saja yang tentunya hal ini rawan terhadap runtuhnya bangunan tersebut apabila dibiarkan begitu saja. Untuk menghindari dari runtuhnya bagian tersebut pada bagian dalam dibangun kerangka dari semen yang berfungsi sebagai penopang dan pengikat susunan badan candi yang masih ada. Kemungkinan besar tidak diketemukannya sisa-sisa batu pembentuk dinding candi, dan tidak adanya informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi bentuk asal dari candi tersebut menyebabkan Candi Sumur ini direnovasi seperti apa yang bisa kita lihat sekarang.
Candi Sumur ini diperkirakan dibangun bersamaan dengan Candi Pari, dan seperti halnya Candi Pari, Candi Sumur juga terbentuk dari susunan batu bata merah bukan dari batu andesit yang umumnya kita jumpai pada candi-candi lain. Pada bangunan candi ini juga tidak ditemukan ukiran atau relief-relief yang mendhias dinding atau kaki candi. Bentuk unik hanya terlihat dari susunan anak tangga yang berada di sisi selatan candi. Anak tangga ini cukup "curam" dan tidak memiliki dinding tangga di bagian sisinya, sehingga perlu perhatian extra bila pengunjung ingin menaikinya dikarenakan bata penyusun anak tangga atau tempat berpijak kaki itu sendiri tidak tersusun rata dan rapi. Memang, meskipun Candi Sumur tampak jelas telah mengalami renovasi, namun batu-batu penyusun candi nampak belum diatur dengan rapi dan ditambah dengan batu-batu pengganti untuk sisi-sisi yang hilang. Bentuk candi yang berhasil direnovasi juga belum mampu memberikan gambaran secara lebih jelas dan pasti akan lekuk-lekuk badan dan sudut-sudut candi. Kajian ulang terhadap arsitektur bangunan Candi Sumur ini nampaknya perlu dilakukan secara lebih terperinci lagi, sehingga bagian-bagian yang berongga dari dinding candi bisa diisi dengan batu-batu pengganti yang nantinya akan memperjelas bentuk badan candi, seperti apa yang tengah dilakuakn terhadapa situs Batujaya - Karawang, Jawa Barat.
Anak tangga yang tanpa memiliki dinding/pegangan dibagian sisinya. Tampak jelas bahwa batu penyusun anak tangga tidak tersusun secara rapi, masih banyak terdapat bagian-bagian yang hilang sehingga memerlukan perhatian ekstra bila ingin menaikinya
Mungkin dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan Candi Pari dan memiliki ukuran yang lebih kecil, di lokasi Candi Sumur tidak terdapat pos penjaga yang biasa dipakai sebagai tempat menyimpan sisa-sisa bangunan candi maupun petugas/juru kunci candi. Sayang sekali saat saya menuju lokasi ini petugas yang biasa memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan candi, tidak sedang berada ditempat. Hanya ada seorang penduduk setempat yang menemani dan berusaha memberikan informasi yang dia ketahui. Informasi yang coba saya gali dari situs-situs di internet juga tidak ada yang mampu memberikan informasi lebih banyak tentang asal usul Candi Sumur ini, semua informasi yang ada hanya berkaitan dengan Candi Pari, dan tampaknya Candi Sumur memang lebih bersifat suplement/tamabahan dari keberadaan Candi Pari. ( wikipedia.org) Candi Pari memiliki nilai seni yang luar biasa, nilai sejarah yang fenomenal karena merupakan salah satu jejak sejarah dari kerajaan Majapahit yang legendaris. Tidak pantaskah jika candi ini dijadikan sebagai objek wisata yang ramai pengunjung...?
Namun saat ini Candi Pari sedang dalam ancaman bencana lumpur Lapindo. Beberapa hari yang lalu beberapa anggota teman saya melaksanakan tugas sejarah. Mereka mengunjungi Candi Pari. Setelah melakukan wawancara dengan juru kunci candi, teman-teman saya bercerita, bahwa di Candi Pari suasananya tidak menunjukkan sebagai sebuah tempat yang penting. Keberadaan Candi Pari seperti dianggap oleh warga setempat sebagai bangunan biasa." Sepi pengunjung "itulah yang mereka ungkapkan.
0 komentar:
Posting Komentar